Minggu, 15 Februari 2015

Pentingnya Basic Pendidikan Agama

Pendidikan dasar bagi setiap muslim adalah merupakan sesuatu hak yang harus dipenuhi oleh orang tua kepada anaknya atau wali kepada anak asuhnya, atau guru kepada muridnya, atau ulama kepada kaum muslim di lingkungannya, atau pimpinan terhadap yang dipimpinnya. Dengan bekal pendidikan agama islam tersebut maka setiap muslim dapat menjalani hidup sesuai dengan tuntunan dari Allah Subhanahu wataala yang dibawakan oleh Rasulullah sollallohu alaihi wasallam.
Pendidikan agama islam yang sangat penting diajarkan diantaranya adalah ilmu membaca Al Quran, tajwid, fikih (tuntunan ibadah, halal, haram dsb), taukhid (aqidah) dan akhlak. Ilmu tersebut harus diajarkan lebih awal sebagai pondasi bagi ilmu agama islam tingkat lanjut seperti nahwu, shorof, balaghoh, mantik, tarikh, ushul fikih, hadis, tafsir, mustolaah hadis, faroid, tasawuf, dan sebagainya. ibarat sebuah bangunan, pondasi yang kuat akan menghasilkan bangunan yang kokoh. Setelah ilmunya sempurna barulah seseorang dapat berpendapat dalam permasalahan yang didiskusikan terkait ilmu agama islam. Apabila ilmunya masih sedikit maka berpendapat hanya akan membuat keruh suasana, ibarat orang yang tidak paham ilmu mesin mau ikut memperbaiki mesin maka yang terjadi justru menambah kerusakan mesin.
Dari mana seseorang mendapatkan ilmu agama akan menentukan bagaimana seseorang menjalani agamanya. Oleh karena itu kita hendaknya memperhatikan dari mana kita akan belajar ilmu agama. Kita haruslah memilih guru yang benar-benar alim dan ahli dalam ilmu agama, selain itu guru yang baik semestinya berakhlak mulia seperti wara, rendah hati, zuhud, takwa, sopan, dan sifat baik lainnya. guru agama bagi kita dan anak-anak kita semestinya adalah orang yang baik dan seseorang yang bisa kita teladani. Sedangkan ketika kita belajar agama dari internet, pengajian di televisi, pengajian radio, baca buku agama, baca majalah islami, dan media lainnya adalah merupakan tambahan atau pelengkap, ibarat makanan maka pelajaran agama dari media adalah snack, sedangkan pelajaran dari guru agama yang asli (kyai, ustad, habib, ulama, murabbi, imam masjid, tuan guru, ajengan, syech, mursyid, sunan, wali, dsb) adalah makanan pokok atau utama. Guru agama yang asli tersebut dapat ditemui di lingkungan masing-masing karena biasanya orang yang ahli agama akan menggelar ilmunya untuk mengajar misalnya lewat pengajian, majelis taklim, sekolah formal, madrasah diniyah, universitas, maupun pondok pesantren. Setinggi apapun ilmu kita, hendaklah tetap menghormati ulama lokal yang ada di lingkungan masing-masing, sehingga sudah menjadi adab sopan-santun di kalangan kaum muslimin bahwa ketika orang mau menggelar ilmunya terlebih dahulu bersilaturrahim kepada ulama yang lebih tua di tempat yang akan dibuka pengajiannya (ulama setempat). Untuk orang yang baru belajar ilmu agama Islam sebaiknya tidak terlibat dalam debat antar golongan dan bersikap saling menghormati. Ulama yang tinggi ilmunya justru akan menghargai pendapat golongan lain dan banyak terjadi bahwa yang terlibat pertengkaran antar golongan adalah kalangan awam umat yang belum mendalam keagamaannya.

Para alim ulama dan guru agama Islam memakai buku atau kitab standar yang diambil dari Quran, Hadis , Ijmak dan Qiyas. Ilmu mereka bersanad muttasil dengan Rasulullah SAW. Artinya ketika kita belajar pada ustad yang benar ilmu kita nyambung dengan Rasululullah SAW karena ustad kita belajar dari ulama dan ulama tersebut belajar dari gurunya lagi, kemudian gurunya juga belajar dari gurunya begitu seterusnya sampai guru yang terakhir belajar dari tabiin, tabiin belajar dari sahabat, sahabat belajar dari Rasulullah SAW. Dengan ilmu yang muttasil (nyambung) tersebut maka kemungkinan terjadinya distorsi pemahaman atas ilmu yang benar dapat diminimalisir. Inilah kenapa dikatakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi, artinya ulama mewarisi ilmu yang diajarkan oleh para Nabi alaihimussalam.  Literatur dan kitab yang dipakai oleh ulama tidak diragukan lagi keabsahannya karena diambil dari sumber pengambilan hukum Islam yang pokok yaitu Al Quran dan Hadits, serta ijmak dan qiyas, dan pengambilan hukum (istinbath hukum) itu dilakukan dengan metode yang paling benar serta sangat berhati-hati. Para ulama tersebut lebih tahu dan lebih alim dari kita, mereka lebih menjauhi dosa, dan lebih berhati-hati dibanding kita. Misalnya bagi kita makan sambil berdiri atau jalan sudah biasa, bagi mereka makan sambil jalan sudah dianggap orang yang tidak bisa dipercaya. Ini menunjukkan betapa besarnya kehati-hatian ulama terhadap perkara yang makruh sekalipun apalagi yang haram. Tidak mungkin mereka akan memasukkan sesuatu dalam kitabnya kecuali sesuatu itu memang benar adanya. Diantara literatur standar ilmu Agama Islam misalnya dalam ilmu fikih adalah safinatunnajah, sullamu taufiq, fathul qorib, fathul muin, mahalli, juga kunci ibadah dan fikih sunnah dll. Dalam ilmu akidah diantaranya aqidatul awam, dalam  ilmu akhlak ada akhlaki lil banin, dalam ilmu tajwid ada kitab hidayatus sibyan, dalam ilmu nahwu ada jurmiyyah, imrithi, dan alfiyah. Dengan pondasi ilmu tersebut maka keyakinan seorang muslim akan kokoh serta dapat melaksanakan ibadah sesuai yang diperintahkan Allah SWT melalui Rasulullah SAW. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar